Sabtu, 25 Februari 2017

HEBAT di Tengah Kisruhnya Freeport, PRABOWO TURUN TANGAN DAN INILAH PERKATAAN PRABOWO



''Saya beri tahu satu rahasia: Kita masih bisa bangun minimal 10 tambang sebesar Freeport lagi di Papua. Kita begitu kaya,'' kata Prabowo Subianto dalam twiternya, semalam. Percakapan Prabowo dan Hazmi Srondol di Kompasiana soal  kepedihan Prabowo atas operasi  Freeport yang merugikan NKRI memikat untuk disimak. Petikan selanjutnya berikut ini:

Sebagaimana studi ekonom senior Rizal Ramli  sudah menyingkapkan 1998 mengenai  keuntungan berlipatganda Freeport dari tambang di Papua dan  ketidakadilan di dalamnya yang melampaui batas,  sampai sejauh ini  ternyata Pemerintah  “membiarkan” Freeport Indonesia terus melakukan operasi pertambangannya di Papua secara tamak, dan tidak adil dalam bagi hasil. Padahal konon, setoran Freeport ke pemerintah Republik Indonesia hanya 1%.

“Freeport telah bersama Indonesia selama 30 tahun. Namun hanya satu persen dana yang dikucurkan olehnya untuk NKRI dan itu hanya untuk dana CSR saja belum untuk yang lain.Sumbangan langsung kepada rakyat setempat, bayar royalty pajak, mereka berinvestasi besar untuk Indonesia, belum memadai atau bahkan tak ada, ” jelas Prabowo. “Kita seharusnya berpikir rasional untuk kepentingan nasional Indonesia bahwa kita meneruskan Freeport untuk kepentingan  suku-suku disekitar lingkunganya!, ” kata Prabowo.

Baca juga : LUAR BIASA, Surat Terbuka dari Mantan Wartawan Senior BBC untuk Warga PDIP, Mengungkap Berbagai Persoalan mulai dari Rahasia Di Balik BLBI, APARTEMEN MEWAH SUPERCONDO dan Yang lainnya

Perjalanan panjang Freeport untuk menjadi operator tambang di Papua mengundang banyak pertanyaan dan rasa ingin tahu bagaimana Freeport ini, dalam istilah Prabowo disebut “operator tambang”. Kisahnya dimulai dari awal tahun 1936 ketika dua petualang Colijn dan Jean Jacquest Dozy melakukan ekspedisi untuk membuktikan adanya kawasan gletser (salju abadi) di puncak gunung Jayawijaya yang pertama kali dicatat oleh Capt. Johan Carsten tahun 1623. Padahal seharusnya hal itu mustahil karena berada pada daerah tropis. Disana tanpa sengaja mereka malah menemukan lokasi tambang tembaga yang terhampar di permukaan tanah (wow!) dikawasan Erstberg.

Hal yang akhirnya menarik perusahaan tambang Freeport Sulphur, walau pun sempat Dozy dianggap gila atas laporannya. Namun, setelah Forbes Wilson melakukan penelitian, ia pun yang malah terbalik menjadi gila karena bukan hanya tembaga, terdapat kandungan bijih perak dan emas dalam gunung tersebut yang menurutnya—harus diganti nama menjadi Gold Mountain.

Usaha penambangan ini pun seret karena hubungan Indonesia semakin memanas tehadap Belanda. Makin susah ketika Soemitro Djoyohadikusumo—ayahda Prabowo berhasil mendesak JF Kennedy untuk membatalkan bantuan Marshall Plan kepada Belanda. Belanda panik dan bertekut lutut menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia.

Baca juga: Kapolri Jadikan Ketua Yayasan Penyimpan Donasi Aksi Bela Islam sebagai Tersangka
Usaha penambangan di Erstberg pun baru bisa dilaksanakan sekitar tahun 1967 sd 1988 di era Orde Baru. Daerah yang sebelumnya hutan belantara itu pun disulap menjadi kota, lengkap dengan beragam fasilitas serta bandar udara yang kini menjadi kota Timika.

Sedangkan lokasi tambang Grasberg yang lebih besar, yang diameter lubangnya saja lebih dari empat kalilipat dari Ertsbers baru dibuka tahun1988. Sekitar 25 tahun yang lalu.
Nah terkait penambangan tersebut serta statement setoran 1% Freeport ke Indonesia yang muncul pertama kali oleh statement Amien Rais di era Orde baru dan masih menjadi pandangannya hingga saat ini,khususnya pada akhir tahun 2013 tepatnya 28 Desember 2013 pun membuatku kembali mengorek datanya.

Dari laporan tahun 2004 saja—muncul kekagetan yang luar biasa. Ternyata Freeport memberikan setoranbenefit ke pemerintah Indonesia berupa dari pajak, royalty, dividen, biaya, dan dukungan langsung lainnya sejumlah $ 260 juta.

Padahal, dengan angka tersebut, berarti setoran Freeport tersebut dibandingkan produksi emas yang dikeruknya sekitar 37%. Jauh lebih besar dari asumsi 1% yang sering kita baca atau dengar. Nah, lebih mengejutkan lagi jika dilihat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Waktu aku coba utak-atik data produksi emas yang ditambang freeport, lalu di kalikan dengan harga emas dunia rata-ra per ounce, dan kemudian harga emas tersebut di persentasekan terhadapsetoran benefit ke pemerintah Indonesia adalah sekitar 105%. Artinya, emas yang dikeruk semua di kembalikan ke pemerintah.

Baca juga : WOW KEREN, INILAH Surat Akbar Faizal ke Luhut Panjaitan yang Bocor ke Publik. Dalam Surat ini Terungkap Kekecewaan Akbar Faizal Karena Banyak Terjadi Penyimpangan di Istana Negara

Bahkan lebih mengagetkan, tahun 2006 dan 2007—pajak yang diminta pemerintah Indonesia lebih besar dari jumlah emas yang berhasil di tambang oleh Freeport.Bisa kita artikan, biaya operasional dan keuntungan Freeport kali ini semua berdasar dari keuntungan tambang tembaganya saja. Freeport kini pun sudah menjadi “kuli tambang” emas untuk rakyat Indonesia. Bangsa kita jadi bangsa kuli, Freeport mengeruk tambang makin menjadi-jadi. dari data inilah yang akhirnya aku paham kenapa Prabowo begitumarah dan geram, bahkan ngamuk-ngamuk terhadap pencurian dan kebocoran anggaran negara yang mencapai Rp. 1.100 trilyun pada tahun 2013. Kebocoran yang menjadi momok baru negara Indonesia. Padahal dulu sempat aku kebingungan, darimana datangnya uang sebesar itu jika selisih ekspor dan impor Indonesia hanya sekitar $ 30 juta saja? Ternyata salah satunya dari kasus Freeport  ini. (Hazmi Srondol, penulis/RM/KCM)

Senin, 20 Januari 2014

Sumber : kamasanjogja.blogspot.co.id
Sumber : www.rimanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar